Cita citaku ingin menjadi Insinyur!

"Cita-cita Aa kalau udah besar pengen jadi insinyur!"

Ya, menjadi insinyur adalah cita-cita saya sejak masa kanak-kanak. Saat itu saya belum mengerti betul apa itu insinyur, yang saya tahu insinyur adalah pekerjaan yang keren dan bisa membangun apapun yang diinginkan. Seiring berjalannya waktu, saya mulai mengerti bahwa insinyur adalah pekerjaan di bidang teknik, yang sangat luas lingkupnya, bisa bermacam-macam dari teknik sipil, teknik pertambangan, teknik mesin, teknik elektro, teknik informatika, teknik lingkungan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, karena salah satu impian saya sedari kecil adalah ingin menjadi insinyur, saat saya SMA saya mencoba mengikuti seleksi ke salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung yang merupakan pencetak sarjana teknik di Indonesia. Saya mendaftar pilihan pertama adalah Teknik Sipil (di fakultas teknik sipil dan lingkungan) dan pilihan kedua adalah Teknik Geologi (di fakultas teknologi ilmu kebumian), dengan harapan saat saya lulus saya akan bergelar sarjana teknik. Alhamdulillah saya diterima di Teknik Sipil dan berhasil lulus empat tahun kemudian dengan gelar ST.

Ada rasa bangga dengan berhasilnya saya menggapai gelar tersebut, tapi ada pula rasa penasaran untuk memiliki gelar Insinyur (Ir.) seperti lulusan-lulusan kampus saya di tahun 1980-an. Akhirnya kesempatan itu datang empat tahun setelah saya lulus, yaitu pada awal tahun 2017. Saat itu, dibuka Program Profesi Insinyur, yaitu program pendidikan untuk profesional di bidang teknik tambahan setelah proses pendidikan sarjana, untuk kemudian diberikan gelar profesi insinyur (Ir.) sebagai amanat Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Program profesi  ini adalah program pendidikan lanjutan untuk lulusan perguruan tinggi sebelum benar-benar kompeten untuk terjun ke profesinya, contohnya Program Profesi Apoteker yang sudah cukup lama dibuka di ITB, atau Program Profesi Kedokteran di berbagai Perguruan Tinggi. Setau saya, pada waktu yang sama, ada beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang membuka Program Profesi Insinyur (PPI) selain ITB, sebagai tindak lanjut dari UU No 11 Tahun 2014 tersebut. Karena saya berdomisili dan bekerja di Bandung, juga lulusan dari ITB, tentunya saya tidak ragu lagi memilih mengambil PPI di ITB almamater tercinta sebagai tempat untuk mewujudkan cita-cita saya sewaktu kanak-kanak, yakni menjadi seorang insinyur resmi dengan gelar di depan nama saya: Ir. Widi Nugraha, hehehe.

Informasi Program Profesi Insinyur ITB

Pendaftaran dilakukan secara online lewat situs penerimaan mahasiswa baru ITB, yaitu usm.itb.ac.id/ , lalu pilih menu Program Profesi, Profesi Keinsinyuran. Nah pada saat PPI ini baru dibuka, tersedia program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) sesuai Pasal 7 dan 8 UU No 11 Tahun 2014, yaitu masa studi hanya satu semester dengan mengambil materi dari pengalaman kerja. Sedangkan untuk fresh graduate, PPI harus diambil reguler selama dua semester, dimana satu semester akan digunakan untuk magang di perusahaan yang bergerak di bidang teknik atau keinsinyuran sesuai bidang teknis masing-masing mahasiswanya. Dengan pengalaman sebagai peneliti bidang jembatan selama 3 tahun terakhir, saya mengambil PPI program RPL ini dan menjadikan salah satu pilot project konstruksi yang pernah saya laksanakan menjadi studi kasus untuk kegiatan pembelajaran lampau. Ada tiga mata kuliah khusus yang harus diambil dan tugas akhir dari ketiga mata kuliah tersebut adalah menguraikan keterkaitan masing-masing mata kuliah dengan project yang pernah dikerjakan sebagai bagian pembelajaran lampau. Ketiga makalah tersebut kemudian dipresentasikan kepada dosen penguji dalam sidang akhir penentu kelulusan mahasiswa (bagi saya seperti sidang Tugas Akhir S-1). Setelah sidang, makalah yang sudah direvisi sesuai hasil sidang dikumpulkan ke sekretariat Program Studi dan akhirnya dapat dinyatakan lulus.

Setelah lulus, ternyata kami dapat mengikuti prosesi Wisuda dengan wisudawan S2 dan S3 ITB di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga) layaknya mahasiswa yang lulus dari program studi reguler. Sedangkan yang kami bayangkan adalah prosesi pelantikan seperti lulusan dari Program Profesi Apoteker dari Sekolah Farmasi di ITB. Tentunya hal ini sangat membanggakan sebagai lulusan angkatan pertama PPI untuk diwisuda di saat dan tempat yang sama dengan wisudawan S2 dan S3. Hal yang membedakan adalah kami tidak menggunakan Toga seperti yang umum dikenakan wisudawan S1, S2, dan S3 ITB. Wisuda ini sangat spesial karena walaupun kedua orangtua saya berhalangan hadir pada wisuda kali ini, setelah pada dua kesempatan wisuda saya sebelumnya di ITB bisa hadir mendampingi saya, kali ini saya didampingi keluarga kecil saya, istri saya tercinta Siska Ayu Mahyaningsih dan putri saya tercinta Cinta Qinara Ayu Nugraha. Alhamdulillah..

Wisuda didampingi keluarga kecilku, istri dan putri tercinta

Prosesi wisuda PPI, tanpa toga

Setelah prosesi maju ke meja wisuda oleh Rektor seperti halnya wisudawan program lainnya, kami mendapatkan Sertifikat Insinyur dan Transkrip hasil studi PPI. Dari dokumen ini, ditambahkan formulir pendaftaran ke Persatuan Insinyur Indonesia (PII), kami pun diproses untuk menjadi anggota PII dan resmi menyandang gelar Insinyur (Ir.) dan dapat menjalankan profesi sebagai Insinyur.

Sertifikat Insinyur

Menjadi Insinyur memang tidak terlalu berpengaruh secara langsung pada pekerjaan saya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan berupa jasa konstruksi baik sebagai perencana maupun pelaksana sebagai tindakan preventif dari kemungkinan adanya konflik kepentingan dengan pekerjaan dan institusi saya. Namun, sebagai PNS yang menjabat secara fungsional sebagai Peneliti, saya bisa mendapatkan Angka Kredit (AK) senilai 15 poin sesuai Petunjuk Teknis Penilaian Angka Kredit Jabatan Fungsional Peneliti yang ditetapkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai Pembina Jabatan Fungsional Peneliti di Indonesia. Sebagai gambaran, AK yang didapatkan untuk sebuah karya tulis ilmiah (KTI) yang diterbitkan di jurnal ilmiah nasional terakreditasi saja maksimal 25 poin dan dibagi dengan penulis lainnya jika ditulis bersama sama, misal jika menjadi penulis pertama dari dua penulis, penulis pertama mendapat 15 poin dan penulis kedua sisanya yaitu 10 poin. Proses penulisan KTI hingga dapat diterbitkan di sebuah jurnal sangat panjang dan sulit, sehingga 15 poin yang didapat dari PPI ini sangatlah besar artinya bagi seorang peneliti. Sejumlah AK ini ditambah dari beberapa poin kegiatan lain tentunya dapat membantu saya untuk naik ke jenjang jabatan fungsional peneliti yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih cepat. Jadi selain merubah gelar saya menjadi Insinyur sesuai cita-cita saya sedari kecil dan membanggakan keluarga juga orangtua saya karena berhasil mendidik saya menjadi insinyur, saya juga bisa mendapatkan AK yang dapat mempercepat jalur karir saya sebagai Peneliti, cukup menarik bukan?